Jatiluwih

Jatiluwih adalah nama sebuah desa di kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. Berlokasi 50 km di utara kota Denpasar merupakan hamparan tanah subur di kaki gunung Batukaru. Lokasinya yang terletak di dataran tinggi membuat kondisi relief tanah disekitar wilayah ini tidaklah datar. Sangat menyulitkan untuk mengolah tanah yang tidak datar, namun filosofi hidup orang Bali yang tidak diajarkan untuk mengeluh membuat masyarakat untuk lebih fokus mencari solusi daripada memperdebatkan masalahnya. Dari sinilah kemudian muncul gagasan untuk mengkondisikan tanah per tingkat demi tingkat untuk mendapatkan bidang yang datar seluas yang bisa didapat. Hasilnya adalah tanah sawah yang berundak undak seperti tangga, berbentuk teras yang bertingkat tingkat. Dari sinilah kemudian dikenal dengan nama Rice Terrace.

Terasering jatiluwih

Nama Subak mungkin sudah tidak asing lagi, sebuah organisasi yang beranggotakan petani yang menggarap tanah di suatu wilayah, Subak berperan mengatur agar sawah yang di atas mendapat jumlah air yang sama dengan sawah yang berada di bawah. Subak lebih difungsikan untuk menjamin semua anggotanya mendapatkan hak dan kewajiban yang sama. Namun untuk membuat subak bisa berjalan dengan baik tentunya diperlukan kesadaran semua anggota masyarakat untuk menjaganya bersama, bersedia mengedepankan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi jika dengan kondisi tanah yang tidak rata, jumlah air di dataran tinggi yang tentunya perlu perjuangan untuk menaikkannya dari sungai ke sawah, lalu jika seandainya ada individu atau sekelompok orang yang memaksakan atau mementingkan dirinya sendiri maka akan terjadi keributan dan ketidakharmonisan dalam masyarakat, yang tentunya akan merugikan semua masyarakat. Tentunya dalam hal ini masyarakatnya ternyata mampu menjaga sikap dan mengedepankan kepentingan bersama dan sikap rela saling mengalah. Sikap yang bisa diteladani inilah asset yang sebenarnya paling penting, pola fikir dan sikap baik (Luwih) inilah yang menjadi kekayaan yang sejati (Jati).

Subak jatiluwih

Dari kondisi yang sulit sekalipun hendaknya kita masih bisa berkarya, kesulitan dan masalah hendaknya menjadi motivasi untuk mencapai sesuatu hal yang lebih baik; bukan justru menghambat. Dari sinilah bisa kita lihat, tidaklah berlebihan jika daerah ini menyandang gelar Jatiluwih, Karen jika dilihat dari etimologi katanya yang diambil dari dua kata, yaitu Jati yang berarti sejati dan Luwih yang berarti baik, indah, ataupun kemuliaan. Karena keindahan sejati dari Jatiluwih itu bukanlah sawah yang menghampar luas, bukan lah tanah nya, bukan lah padi nya, tapi lebih dari itu; dimana leluhur masyarakat Bali yang tinggal disana berhasil merubah kesulitan menjadi buah karya, merubah masalah menjadi pemersatu, merubah kondisi yang tidak menguntungkan menjadi satu keindahan yang memukau hati. Inilah keindahan yang sejati, inilah Jati Luwih yang sebenarnya. Karena mengingat leluhur masyarakat Bali yang selalu menempatkan filosofi dan pemaknaan yang tinggi dalam setiap karya yang dihasilkan. Tentunya masyarakat Bali kala itu melihat sesuatu bukan hanya dari tampilan yang nampak diluar, orang Bali kala itu lebih cenderung melihat sesuatu yang lebih jauh lagi, yaitu segi filosofi.

Jatiluwih bali

Secara Geografis, Jatiluwih berada di ketinggian 700 - 1059 meter diatas permukaan air laut dengan luas wilayah 22,23 km2. Iklim tropis dan curah hujan yang tinggi mengakibatkan daerah Jatiluwih memiliki kelembaban udara yang tinggi dengan suhu rata rata 190 C. Secara demografi Jatiluwih dihuni 2938 jiwa (sensus 2016) terdiri atas 937 KK.

Jatiluwih bali

Berbagai kegiatan bisa dilakukan untuk mengisi waktu di Jatiluwih, mulai dari tracking menyusuri hamparan sawah yang luas, mengamati kegiatan pertanian yang dilakukan masyarakat desa, menyewa sepeda berkeliling desa, atau jika anda enggan berkeliling anda juga bisa duduk di restoran disekitar area persawahan sembari menikmati makanan yang tersedia sambil menikmati indahnya panorama yang memukau. Selain sawah, area jati luwih juga memiliki kebun kopi yang bisa dikunjungi, jika anda ingin mengetahui lebih banyak tentang kopi bisa langsung bertanya pada petani disana, juga disediakan tempat untuk menikmati kopi yang diolah disana atau bahkan jika ingin membelinya untuk dibawa pulang.

Kopi luwak

Masyarakat Jatiluwih masih mempertahankan tradisi leluhur dalam mengolah tanah meskipun hidup di jaman yang serba modern, termasuk berbagai upacara persiapan pengolahan sawah, cara pengolahan tanah, maupun menentukan hari baik untuk mulai bercocok tanam mengkombinasikan tatanan modern dengan tatanan warisan leluhur menjadi satu keselarasan yang unik. Dalam pengolahan sawah pun, masyarakat Jatiluwih sangat memperhatikan keselaran antara Alam, Manusia dan Sang Pencipta dalam konsep Tri Hita Karana, menciptakan keselarasan dan keharmonisan antara manusia dengan alam, dengan sesame manusia dan manusia dengan Sang Pencipta. Inilah yang menjadi pertimbangan sehingga UNESCO menetapkan desa Jatiluwih menjadi Warisan Budaya Dunia (WBD) sejak 29 Juni 2012. Sungguh merupakan suatu kebanggan tersendiri bagi Indonesia pada umumnya dan masyarakat Bali pada khususnya, untuk kedepannya kita miliki dan jaga bersama.